Kawasan Kota Tua di Padang yang dulunya merupakan salah satu kawasan rantau yang didirikan oleh para perantau yang berada di kawasan Minangkabau dari dataran tinggi atau disebut juga dengan istilah Darek. Tempat permukiman pertama yaitu perkampungan di pinggir selatan Sungai Batang Arau, tempat yang sekarang bernama Seberang Pebayan, yang masuk dalam wilayah Kerajaan Pagaruyung.
Sebelum masyarakat pedalaman Minangkabau turun dari Solok dan Agam ke pantai, Kota Padang hanya sebuah daratan rendah dengan hutan cukup lebat. Perkembangan Kota Padang menjadi bandar dagang dimulai pada pertengahan abad ke-14 berdasarkan kebijakan penguasa Pagaruyung. Dan mulai dari sanalah kota Padang dikenal sebagai kota dagang. Untuk mengetahui lanjutan dari sejarah tersebut, simak kembali sejarah kota Padang berikut ini:
Baca juga : Sejarah Kota Pekanbaru
Daftar Isi
Sejarah Berdirinya Kota Padang – Kota Tercinta
Sejarah Kota Padang
Padang sebagai kawasan yang menjadi titik kumpul berbagai aktivitas kehidupan, yang menjadi tempat bertemunya berbagai etnis dengan latar budaya, bahasa, dan agamanya. Dan pada umumnya banyak ditemukan melalui tulisan para ahli sejarah sejak berkuasanya VOC tahun 1602-1799. Hal ini dimungkinkan karena memang Belanda yang memiliki arsip lengkap sejarah daerah jajahannya. Termasuk Kota Padang yang menjadi basis kekuatan dagang dan militer Belanda abad ke-18 dan ke 19.
Pada abad ke-15 dimana zaman Kerajaan Minangkabau dengan rajanya Adityawarman, saat itu Padang adalah pemukiman nelayan. Dalam tambo Minangkabau Padang disebut sebagai daerah rantau. Orang yang pertama kali datang berasal Kubung XIII Solok oleh Luhak Nan Tigo. Ketika mereka sampai telah ada juga penduduk asli yang tidak beberapa orang, yang mereka sebut dengan orang Rupit dan Tirau. Perluasan wilayah Kerajaan Minangkabau ini sebelum sampai ke Padang sebelumnya telah ada kelompok masyarakat tersebut. Namun dalam abad yang sama, Kerajaan Aceh juga mulai mengembangkan wilayahnya khususnya perluasan daerah perniagaan.
Baca juga : Sejarah Kota Bandung
Para pedagang Aceh secara bertahap berhasil menaklukan Tiku, Pariaman dan Inderapura. Padang menjadi tempat persinggahan sebelum bertolak ke Aceh. Padang sebelum abad ke-17 Kerajaan Minangkabau yang hanya menganggap sebagai daerah rantau, bagi Kerajaan Aceh karena lebih terkonsentrasi di Pariaman dengan menempatkan seorang panglima yang diangkat oleh raja Aceh.
Rantau pesisir seperti Padang saat itu dianggap tidak begitu penting sebagai rute perdagangan Minangkabau yang mengarah menuju pantai timur melalui sungai besar yang berasal dari daerah sekitar Gunung Merapi. Malaka sebagai daerah pelabuhan karena selatnya yang luas pada tahun 1511 sudah tidak aman lagi karena masuknya bangsa dari Protugis, disusul oleh Spanyol kemudian Inggris dan Belanda yang ikut meramaikan Selat Malaka.
Kerajaan Aceh yang berada di ujung Pulau Sumatera dari segi topografinya lebih diuntungkan untuk menjangkau pantai barat walau sebagian besarnya dikuasai oleh Kerajaan Mianangkabau.
Baca juga : Sejarah Kota Medan
Akibat pengalihan tersebut muara-muara di sepanjang pantai barat tumbuh menjadi pelabuhan dagang. Seperti pelabuhan Tiku, daerah Pariaman, dan Pelabuhan Indrapura lebih dulu berkembang karena dekat dengan sentral komoditi, yaitu lada di bagian utara dan emas di selatan. Pada masa Aceh ini Padang dibagi atas tiga daerah yaitu Padang, Pauh dan Kota tengah.
Belanda Tiba Di Kota Padang
Tahun 1616, Belanda dan Inggris juga mulai mendarat di muara pelabuhan tersebut, kondisi ini mengharuskan Kerajaan Aceh untuk menempatkan wakilnya di pelabuhan akan tetapi di Padang tidak dengan penguasaan penuh. Pada tahun 1669 orang Aceh pernah mengusir orang Belanda dari Kota Padang atau Parada Harahap.
Baca juga : Sejarah Kota Batam
Walaupun Aceh bukan lagi ancaman, namun Belanda bisa berbuat sekehendaknya. Pengaruh dan kekuatan Pagaruyung masih dominan dan dianggap menjadi penghalang untuk meluaskan monopoli dagang Belanda. Ganti daerah ganti pula strategi Belanda begitu juga untuk Kota Padang yang juga Minangkabau
Peta Muara Padang dan Loji Belanda pada Abad 17
Pada tanggal 20 Mei 1784, untuk pertama kalinya Belanda menetapkan Kota Padang sebagai pusat kedudukannya dan pusat perdagangan di Sumatera Barat. tahun 1793 kota ini sempat di jarah dan dikuasai oleh seorang bajak laut dari Perancis yang bermarkas di Mauritius yang bernama François Thomas Le Keberhasilannya diapresiasi oleh pemerintah Perancis dengan memberikannya penghargaan. Kemudian tahun 1795, Kota Padang kembali diambil alih oleh Inggris. Namun, setelah peperangan era Napoleon, pada tahun 1819 Belanda mengklaim kembali kawasan ini yang kemudian dikukuhkan melalui Traktat London, yang ditandatangani pada 17 Maret 1824. Pada tahun 1837, pemerintah Hindia-Belanda menjadikan Padang sebagai pusat pemerintahan untuk wilayah Pesisir Barat Sumatera yang wilayahnya meliputi Sumatera Barat dan Tapanuli saat ini.
Kota Padang Abad 19
Sampai pada akhir abad ke-18 Kota Padang hanya sekitar Batang Arau, Kampung Cina, Kampung Keling, Pasar Hilir, Pasar Mudik, Pulau Aia, Ranah Binuang, Alang Lawas dan Seberang Padang. Ketika pemerintah Belanda melalui de Stuers memimpin Padang. Dan kota ini diperluas ke utara, yaitu ke Nanggalo dan Ulak Karang ke selatan sampai ke Teluk Bayur, ke timur sampai ke Lubuk Begalung, Marapalam dan Andalas. Penghulu wijk bukan lagi kepala pemerintahan atas kaum atau suku, tetapi atas nama kampung atau wijk.
Pemekaran selanjutnya diperluas dengan membentuk Wijk IX yaitu Lubuk Begalung, Sungai Barameh, Parak Laweh dan Gurun Laweh. Pada tahun 1905 berdasarkan Ordonansi Gubernur Jenderal Hindia Belanda April 1905 batas Kota Padang ditetapkan. Lalu berdasarkan Lembaran Negara No. 321 Tahun 1913, daerah di Kota Padang dibagi atas beberapa distrik, seperti :
- Distrik Tanah Tinggi
- Dstrik Batang Arau
- Distrik Binuang
- Distrik Koto Tengah
- Distrik Pauh IX
- Distrik Sungkai
- Distrik 7 Lurah Pauh V
Disamping ketujuh distrik tersebut, Kota Padang juga dibedakan atas dua bagian yaitu, Padang Kota, terdapat Distrik Tanah Tinggi, Batang Arau, dan Binuang dan, Padang Luar Kota yaitu Distrik Koto Tengah, Pauh IX, Sungkai dan Pauh V.
Baca juga : Sejarah Kota Yogyakarta
Saat masuknya tentara pendudukan Jepang pada 17 Maret 1942, lalu kota Padang ditinggalkan oleh Belanda karena kepanikan mereka. Setelah Jepang dapat mengendalikan situasi, kota ini kemudian dijadikan sebagai kota administratif untuk urusan pembangunan dan pekerjaan umum.
Setelah Kemerdekaan RI
Saat kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 baru sampai ke Kota Padang sekitar akhir bulan Agustus. Namun pada 10 Oktober 1945 tentara Sekutu masuk ke Kota Padang melalui pelabuhan Teluk Bayur, kemudian kota diduduki selama 15 bulan. Pada tanggal 9 Maret 1950, Kota Padang dikembalikan ke tangan Republik Indonesia setelah sebelumnya menjadi negara bagian RIS melalui surat keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) nomor 111. Gubernur Sumatera Barat melalui Surat Keputusan Nomor 1/g/PD/1958, secara de facto menetapkan Padang menjadi ibu kota provinsi Sumatera Barat, dan secara de jure pada tahun 1975, yang ditandai dengan keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang pokok pemerintahan di daerah. Pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1980, yang menetapkan perubahan batas-batas wilayah Kota Padang sebagai pemerintah daerah.
Dengan ketetapan Gubernur Sumatera Barat tanggal 17 Mei 1946 No 103 Padang ditetapkan menjadi kota besar. Dan Walikota Padang pertama yaitu, Mr.Abubakar Ja’ar (1945-1946), menjabat beberapa bulan saja. Selanjutnya Padang dipimpin oleh Bagindo Aziz Chan (1946-1947) yang dikenal sebagai Walikota Pejuang. Beliau gugur tanggal 17 Juli 1947 di tangan penjajah Belanda.
Melalui surat keputusan Gubernur Sumatera Tengah tanggal 15 Agustus 1950 No 65/GP-50 ditetapkan pemerintahan kota Padang sebagai suatu daerah otonom. Dan sampai saat ini Padang menjadi kota besar di pulau Sumatera.
Demikian penjelasan singkat mengenai sejarah kota Padang, semoga menjadi manfaat.