Seperti orang yang mati muda tetapi masih ingin hidup setara dengan 10 abad lagi. Chairil Anwar, penyair yang lahir pada 26 Juli 1922. Bahkan, ia masih hidup semilenium lagi, yaitu seribu tahun. Tubuhnya sudah diselimuti oleh bumi, tetapi jiwanya naik di langit kepulauan.
Siapa pun yang menginjakkan kaki di sekolah menengah pernah mendengarkan puisi Chairil Anwar yang berani, menantang dan juga tampak matang. 28 April 1949, hari terakhir penyair agung. Namun, bukan karena puisi yang dia buat. Sampai dengan saat ini ada banyak sekali puisi yang terkenal di masyarakat, yang dipergunakan sebagai bahan untuk pemberontakan atau hanya ditujukan dalam representasi artistik.
Daftar Isi
Makna Puisi Chairil Anwar Paling Populer Sejagad
Ada juga puisi yang kurang cahaya tetapi tetap luar biasa. Apa pun itu, puisi Chairil Anwar akan tetap hidup selama seribu tahun lagi. Di bawah ini adalah pilihan puisi terkenal oleh Chairil Anwar dari tahun-tahun awal hingga ia kemudian kembali ke rumah sejati.
Baca juga : Puisi Ibu
Sebuah puisi dapat mempunyai banyak makna tergantung pada interpretasi yang dibaca. Jika penulis dapat memproses rasa dengan kata-kata, ia dapat membuat pembaca menangis ketika membacanya. Di bawah ini adalah beberapa puisi yang dipilih dan penjelasannya berdasarkan interpretasi dari berbagai sumber.
Puisi Chairil Anwar tahun 1942
Puisi yang diterbitkan pada tahun 1942, tahun-tahun pertama penyair yang menerbitkan puisi dengan judul nisan dan penghidupan.
Sebagai aksi pembuka di tahun-tahun awal, serta untuk koleksi puisi oleh Chairil Anwar, ‘Nisan’, kita bisa menggambar beberapa makna. Puisi untuk memperingati nenek anda yang sudah kembali ke surga. Jika dia merenungkan kata-kata Chairil, “bukan kematian benar menusuk kalbu, keridlaanmu menerima segala tiba”.
Dapat diartikan “Aku menerima kematianmu tetapi ketulusanmu ketika malaikat mencari, itu yang memilukan.” Saya melanjutkan dengan frasa “ tak kutahu setinggi itu atas debu dan duka maha tuan bertakhta “. “aku pikir aku bisa merelakanmu tapi, ternyata duka telah merajai tanpa di sadari” inilah makna dari puisi tersebut.
Apa makna yang bisa diambil dari puisi tersebut? Kehidupan yang kita miliki mempunyai banyak bentuk, yaitu hambatan, kebahagiaan, tantangan dan perjuangan. Selama hidup kita, kita melakukan yang terbaik untuk meraih pundi-pundi uang. Banyak hal yang dilakukan nyatanya hampir semuanya ‘semuanya hingga hancur remuk redam’.
Baca juga : Puisi Romantis
Namun, apakah benar hanya uang yang dicari? Apakah kamu lupa sesuatu? Kita harus mencari kebahagiaan walaupun definisi setiap orang berbeda. Kalau tidak, semua yang dibangun hanya dengan ambisi tanpa cinta akan sia-sia.
Jika Anda membaca puisi Chairil Anwar yang ditulis pada tahun 1942, berikan ilustrasi ketika Chairil Anwar menumpahkan makna hidup dan mati. Dengan ‘batu nisan’ kita merasakan kesedihan, kehilangan dan kemudian kita mencoba menafsirkannya sebagai cara terbaik.
Namun, penderitaan lebih dominan daripada kebahagiaan. Kemudian kita diberi harapan dengan ‘mata pencaharian/penghidupan’ yang memang telah dibangun dengan rasa cinta dan kasih sayang. Tapi, hidup harus berakhir sia-sia jika hanya penuh dengan ambisi. Seperti itulah rasanya merenungkan dua puisi tersebut.
Puisi Chairil Anwar tahun 1943
Jika dibandingkan dengan tahun-tahun lainnya, 1943 memiliki koleksi puisi terbesar. Setidaknya 33 puisi telah disusun. Jika hitungan mencakup beberapa versi berbeda dan yang belum dirilis, jumlahnya bisa lebih dari 40 buah. Di bawah ini adalah pilihan puisi Chairil Anwar yang telah ditulis semenjak pada tahun 1943.
Mengingat bahwa pahlawan tidak dapat dipisahkan dari nama yang sangat begitu terkenal, Diponegoro. Melalui puisi yang telah diciptakan ini, Chairil Anwar ingin mengingat betapa heroiknya sang pahlawan tidak takut dengan pedang di sebelah kanan, keris di sebelah kiri.
Baca juga : Puisi Pahlawan
Semangat dalam bertarung melawan penjajah ingin dibangkitkan kembali agar kaum muda tidak lupa bagaimana pahlawan berjuang untuk tanah air. Seolah ingin memberi pesan, “tak gentar dengan pedang di kanan, keris di kiri”.
Jika Anda membaca dengan seksama dan meresap dalam hati. Puisi sebelumnya dapat menjadi pengingat bagi masyarakat Indonesia saat ini. Layanan kepada para pahlawan tidak hanya harus diingat, tetapi diterapkan dalam kehidupan dan dalam pembangunan kemajuan bangsa. Karena tujuan memerangi penjajah adalah untuk membebaskan putra dan putri Indonesia untuk menjadi pemilik tanah mereka sendiri.
Demikian adalah beberapa terbitan puisi chairil anwar sekaligus makna yang terkandung di dalamnya. Semoga pembahasan di atas dapat bermanfaat.